Wanita Memiliki Risiko Lebih Tinggi untuk Mengalami Penyakit Mata Kering, Mengapa?
Penyakit Mata Kering (PMK) merupakan penyakit multifaktorial dengan keluhan yang sangat beragam dan dapat saja berbeda dari satu pasien dengan pasien lainnya. Keluhan dapat berupa mata terasa kering, rasa berpasir, penglihatan kabur, rasa tidak nyaman hingga nyeri atau bahkan mata merah. Istilah penyakit multifaktorial mengandung arti bahwa penyakit ini bisa terjadi akibat pengaruh dari berbagai hal, baik itu dari kondisi pasien maupun pengaruh lingkungan. Berdasarkan berbagai studi yang telah dilakukan di seluruh dunia, diketahui bahwa wanita secara konsisten lebih rentan untuk mengalami penyakit mata kering dibandingkan pria.
Apa sajakah alasan yang mendasari wanita menjadi lebih berisiko dibandingkan dengan pria? Penyebab yang sering diungkapkan adalah adanya pengaruh hormonal yaitu rendahnya kadar androgen dan juga perubahan kadar hormon estrogen. Oleh karena itu, perubahan siklus hormonal yang khusus terjadi pada wanita yaitu menstruasi, kehamilan, dan menopause akan mempengaruhi struktur, fungsi dan kesehatan mata. Beberapa peniliti mengungkapkan bahwa penurunan kadar androgen yang terjadi pada masa menopause, kehamilan dan menyusui, atau penggunaan kontrasepsi oral yang mengandung estrogen dapat memicu berkembangnya penyakit mata kering, disebut sebagai primary lacrimal gland deficiency (defisiensi kelenjar air mata primer). Selain itu, hormon androgen juga bekerja pada kelenjar meibom (kelenjar yang memproduksi minyak, sebagai lapisan terluar air mata), sehingga gangguan pada hormon ini dapat menjadi faktor risiko terjadinya disfungsi kelenjar meibom dan penyakit mata kering tipe increased evaporative (meningkatnya penguapan air mata).
Penyakit sistemik lain yang dimiliki oleh sesorang juga dapat menjadikan pasien tersebut memiliki risiko mengalami penyakit mata kering. Analisis oleh National Health and Wellness Survey terhadap pria dan wanita yang memiliki penyakit tiroid, diabetes melitus, sakit kepala migrain atau depresi, menunjukkan hasil bahwa responden berjenis kelamin wanita memiliki risiko lebih tinggi mengalami penyakit mata kering bergejela dibandingkan dengan pria. Penyakit autoimun seperti Sindrom Sjogren, Lupus atau Artritis Reumatoid juga meningkatkan risiko sesorang mengalami PMK, dan diketahui bahwa penyakit-penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita.
Perilaku budaya tertentu yang sering kali wanita lakukan dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit mata kering, seperti operasi kelopak mata, penggunaan kosmetik topikal dan permanen, serta krim wajah. Selain itu, penggunaan lensa kontak, prosedur LASIK (laser-assisted in situ keratomileusis), konsumsi obat minum maupun tetes, termasuk obat hormonal dan obat tetes alergi yang sering kali wanita lakukan juga menjadi faktor risiko lainnya. Berbagai penelitian di United States menunjukkan bahwa wanita lebih sering menggunakan lensa kontak dan menjalani operasi LASIK dibandingkan dengan pria.
Operasi LASIK dapat mengakibatkan perubahan bentuk kornea, menurunnya sensitivitas kornea sehingga mengurangi jumlah berkedip dan juga penurunan produksi air mata. Penggunaan lensa kontak, baik untuk terapi atau kosmetik, dapat mengurangi kadar oksigen dan meningkatkan gesekan pada permukaan bola mata. Tindakan seperti operasi blefaroplasti (operasi kelopak mata) dan injeksi Botox (Botulinum toxin type A) dengan tujuan terapi ataupun kosmetik dapat menyebabkan tidak sempurnanya penutupan kelopak saat berkedip dan meningkatkan paparan udara/angin terhadap bola mata sehingga menyebabkan mata menjadi kering.
Kosmetik mata permanen, seperti tato kelopak mata (tato eyeliner) dapat menyebabkan kerusakan pada kelenjar meibom akibat penetrasi jarum suntik yang berlebihan dan adanya migrasi pigmen tinta. Tentu saja hilangnya kelenjar meibom tersebut mengurangi produksi lapisan minyak pada air mata dan menyebabkan penyakit mata kering. Kosmetik mata sementara, terutama maskara dan eyeliner, demikian pula krim wajah berbasis minyak yang diaplikasikan di dekat mata, dapat mengakibatkan perubahan pada air mata dan stabilitasnya. Telah diketahui juga bahwa kandungan retinoid pada krim pelembab memiliki hubungan dengan masalah pada kelenjar meibom. Terdapat pula penelitian yang menyebutkan bahwa penyakit mata kering akan lebih berat terjadi pada wanita yang tidak menggunakan cleanser saat menmbersihkan makeup.
- Matossian C, McDonald M, Donaldson K, et al. Dry Eye Disease: Consideration for Women's Health. Journal of Women's Health. 2019;00:1-10.
- AAO staff. 2018. Dry Eye Syndrome Preferred Practice Pattern. San Fransisco: American Academy of Ophthalmology , p.294-321.
- Sullivan DA, Rocha EM, Aragona P, et al. TFOS DEWS II Sex, Gender, and Hormones Report. The Ocular Surface. 2017;15:284-333.
- Albdaya NA, Binyousef FH, Alrashid MH, et al. Prervalence of Dry Eye Disease and Its Association with the Frequent Usage of Eye Cosmetics Among Women. Cureus. 2022;14(7).
- Kyei S, Ephraim RKD, Animful A, et al. Impact of Serum Prolactin and Testosteron Levels on the Clinical Parameters of Dry Eye in Pregnant Women. Journal of Ophthalmology. 2020:1-6.
Divisi Infeksi dan Imunologi, RSUP Prof. dr. I.G.N.G. Ngoerah, Denpasar
Jl. Diponegoro, Denpasar, Bali 80113
Five‐item Dry Eye Questionnaire (DEQ-5).